Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Indonesia, namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia, banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada remaja perempuan kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan aman, dan sering kali terperangkap di praktek aborsi tidak aman.
Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya (Definisi WHO). Dari 46 juta aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13 persen kontribusi Angka Kematian Ibu Global (AGI, 1997; WHO 1998a; AGI, 1999)
Tidak sedikit masyarakat yang menentang aborsi beranggapan bahwa aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah atau alasan-alasan lain yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Namun kenyataannya, sebuah studi di Bali menemukan bahwa 71 % perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan menikah, juga studi yang dilakukan oleh Population Council, 98,8 % perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata-rata sudah memiliki anak (Herdayati, 1998), alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survey yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak (BPS, Dep.Kes 1988)
Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan di atas, namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas nama agama, menimbulkan praktek aborsi tidak aman meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53 % Jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001).bagi saya, yang melakukan aborsi itu adalah seorang pembunuh.
okelah kalo ga mau punya anak kan bisa kb, ga musti digugurin atau diaborsi kan?
kalau buat remaja yang belum menikah, janganlah pake ngelakuin seks bebas. bener bener ga ada keuntungannya kalau ngelakuin seks bebas, dampak negatif semua dari situ.